Tidak hanya FayakhunAndriadi, Ketua DPD Partai Golkar DKI Jakarta, yang prihatin atas kasus kebocoran informasi kepresidenan. Warganet atau netizen pun turut prihatin dan memberikan komentar. Kurniawan Dhonie memberi ulasan yang panjang. Ia menulis : “salam, opini saya tentang tulisan di atas tidak terlalu setuju, tapi saya juga turut mengiyakan, “Kemampuan aparat keamanan kita yang bekerja di bidang inteliljen, terutama Lemsaneg dan BIN, menjadi mendesak untuk dibenahi.” Menurut saya tidak hanya kemampuan aparat saja yang mendesak untuk dibenahi, ada variabel yang lebih besar yakni organisasi dan bussines process yang juga sangat mendesak untuk diperbaiki.
Dalam tataran strategis, harus ada fungsi yang jelas yang
dimunculkan untuk menangani permasalahan yang diwacanakan di atas, fungsi
tersebut yang nantinya diwadahi menjadi bentuk organisasi yang tajam yang
dilekatkan diantara 3 lembaga tersebut (tentunya yang lebih siap). Langkah yang
nyata tersebut perlu dilakukan karena kita (baca:saya) tidak tahu apa yang
sebenarnya dikerjakan oleh 3 lembaga tersebut.
Jika kenyataannya seperti dibawah ini : “Ketiga lembaga
tersebut bersifat saling melengkapi dalam melindungi rahasia negara” tentu
permasalahan diatas tidak akan terjadi. Andaikata sudah terjadi, ada langkah yang
cepat untuk menanganinya. Tidak seperti sekarang yang terkesan ‘adem ayem’
saja, seperti tidak ada sedikitpun ketakutan kejadian semacam itu bisa terulang
lagi satu, dua atau beberapa tahun mendatang dengan jenis serangan yang lebih
ampuh. Kekhawatiran saya justru 3 lembaga tersebut tidak saling melengkapi dan
berjalan seperti menggunakan ‘kacamata kuda’ alias jalan sendiri-sendiri, tanpa
koordinasi. (semoga saja tidak).
Bussines process dari organisasi tersebut juga harus jelas,
karena seringkali organisasi terbentuk tapi yang dikerjakan tidak sesuai dengan
tugas dan fungsinya. Dalam kaitan ini, tema permasalahan di atas dapat menjadi
ukuran keberhasilan organisasi tersebut [jika tidak ada kebocoran informasi =
organisasi sukses/berhasil]. Sebenarnya pemerintah sendiri sudah mencanangkan
program yang menurut saya bagus, yakni Reformasi Birokrasi (RB). Namun
sayangnya, semangat RB belum dijiwai oleh seluruh aparat pemerintah. Banyak
yang belum mengetahui akan manfaat dari program itu, seringkali ada yang
mengartikan RB=remunerasi, padahal kedua hal tersebut berlainan.
Remunerasi adalah dampak yang muncul ketika program RB
berhasil dilaksanakan. Terkait masalah kebutuhan akan peralatan yang canggih
dan ketergantungan terhadap pihak asing, saya sedikit memberikan opini,
bagaimana jika investasi yang dilakukan pemerintah tidak berupa peralatan,
tetapi dialihkan kepada SDM. Karena peralatan dalam waktu 3 atau 5 tahun akan
tertinggal dengan alat-alat yang lebih canggih, akan tetapi apabila investasi
dalam bentuk pendidikan kepada SDM (misalnya: 100 orang disekolahkan di negara
yang memiliki teknologi tinggi) bukan tidak mungkin dalam 3 atau 5 tahun
mendatang kita (baca: Indonesia) akan membuat peralatan sendiri yang lebih
canggih.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar