Fenomena “arab spring” yang menjalar di negara-negara Arab menjadi
fenomena yang menggegerkan dunia. Situasi ini tidak hanya berdampak pada
perpolitikan dalam negri di negara-negara Arab sendiri, tetapi juga
perpolitikan di tingkat global. Gelombang arab spring benar-benar menjadi momok
tersendiri bagi iklim pemerintahan suatu negara.
Jika melihat catatan sejarah, rangkaian arab spring ini
berawal dari protes pertama yang terjadi di Tunisia tanggal
18 Desember 2010 setelah pembakaran diri Mohamed
Bouazizi dalam protes atas korupsi polisi dan perawatan
kesehatan. Dengan kesuksesan protes di Tunisia, gelombang kerusuhan menjalar ke Aljazair, Yordania, Mesir, dan Yaman, kemudian ke negara-negara
lain.
Hingga Juli 2011, unjuk rasa ini telah mengakibatkan
penggulingan dua kepala negara, yaitu Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali yang kabur ke
Arab Saudi tanggal 14 Januari setelah protes revolusi
Tunisia, dan di Mesir, Presiden Hosni Mubarak mengundurkan
diri pada 11 Februari 2011, setelah 18 hari protes massal dan mengakhiri masa
kepemimpinannya selama 30 tahun. Selama periode kerusuhan regional ini,
beberapa pemimpin negara mengumumkan keinginannya untuk tidak mencalonkan diri
lagi setelah masa jabatannya berakhir.
Untuk mengantisipasi gelombang arab spring agar tidak masuk
ke Indonesia, jauh-jauh hari FayakhunAndriadi, Ketua DPD Golkar DKI Jakarta sudah menyiapkan langkah. Salah
satunya adalah mengadakan kunjungan ke Maroko bersama anggota Komisi I DPR RI
pada tahun 2011 dalam rangka menjalin berbagai kerjsama.
Fayakhun Andriadi
saat itu menyatakan puas dengan hasil pertemuan pihaknya bersama 17 Perwakilan
RI di negara-negara Islam untuk mengantisipasi dinamika perubahan global,
termasuk “Arab Spring”. “Pertemuannya benar-benar sangat
positif, dihadiri 17 Perwakilan Resmi Republik Indonesia (termasuk delapan Duta
Besar) di negara-negara Islam Afrika maupun Timur Tengah,” ungkapnya.
Dialog langsung selama tiga hari di Maroko yang digelar
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) itu, menurut dia, menghasilkan banyak hal bagi
kepentingan politik global RI di kawasan Afika serta Timur Tengah. “Tukar
pikiran dan antisipasi perubahan politik dunia termasuk `Arab Spring`, soal
tenaga kerja Indonesia (TKI) dan peningkatan volume serta nilai perdagangan,
menjadi materi sangat menarik, menuju adanya tindak lanjut yang efektif,” kata Fayakhun Andriadi.
Bagi Fayakhun, penjelasan tentang pertemuan ini juga menepis
anggapan berbagai pihak, seolah kunjungan beberapa anggota Komisi I DPR RI ke
Maroko pekan lalu hanya berleha-leha dan tidak ada tujuan. “Untuk hasil
kunjungan ke Marokko, perlu dicatat, bahwa itu terobosan yang pertama kali
dilakukan oleh Komisi I,” kata anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar itu.
Apalagi selama ini para Duta Besar (Dubes) datang ke Komisi
I, lalu melaporkan (berbagai hal), yang terlihat semua baik-baik saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar